Aktiva Tetap UU 36 tahun 2008 Pasal 11
Pasal 11
(1)
|
Penyusutan
atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau
perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna
bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat
lebih dari 1 (satu) tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar
selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut.
|
||||||||||||||
(2)
|
Penyusutan
atas pengeluaran harta berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selain
bangunan, dapat juga dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama masa
manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai
sisa buku, dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus,
dengan syarat dilakukan secara taat asas.
|
||||||||||||||
(3)
|
Penyusutan
dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih
dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya
pengerjaan harta tersebut.
|
||||||||||||||
(4)
|
Dengan persetujuan
Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak diperkenankan melakukan penyusutan mulai
pada bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan atau pada bulan harta yang bersangkutan mulai
menghasilkan.
|
||||||||||||||
(5)
|
Apabila
Wajib Pajak melakukan penilaian kembali aktiva berdasarkan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, maka dasar penyusutan atas harta adalah
nilai setelah dilakukan penilaian kembali aktiva tersebut.
|
||||||||||||||
(6)
|
Untuk menghitung
penyusutan, masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud ditetapkan
sebagai berikut:
|
||||||||||||||
(7)
|
Ketentuan
lebih lanjut mengenai penyusutan atas harta berwujud yang dimiliki dan
digunakan dalam bidang usaha tertentu diatur dengan Peraturan Menteri
Keuangan.
|
||||||||||||||
(8)
|
Apabila
terjadi pengalihan atau penarikan harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (1) huruf d atau penarikan harta karena sebab lainnya, maka jumlah nilai
sisa buku harta tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah harga jual
atau penggantian asuransinya yang diterima atau diperoleh dibukukan sebagai
penghasilan pada tahun terjadinya penarikan harta tersebut.
|
||||||||||||||
(9)
|
Apabila
hasil penggantian asuransi yang akan diterima jumlahnya baru dapat diketahui
dengan pasti di masa kemudian, maka dengan persetujuan Direktur Jenderal
Pajak jumlah sebesar kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dibukukan
sebagai beban masa kemudian tersebut.
|
||||||||||||||
(10)
|
Apabila
terjadi pengalihan harta yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, yang berupa harta berwujud, maka jumlah
nilai sisa buku harta tersebut tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi
pihak yang mengalihkan.
|
||||||||||||||
(11)
|
Ketentuan
lebih lanjut mengenai kelompok harta berwujud sesuai dengan masa manfaat
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
|
- Ketentuan Pasal 11A ayat (1) dan Penjelasan ayat (5) diubah serta di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (1a) sehingga Pasal 11A berbunyi sebagai berikut:
Pasal 11A
(1)
|
Amortisasi
atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya
termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, dan
muhibah (goodwill) yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang
dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dilakukan
dalam bagian-bagian yang sama besar atau dalam bagian-bagian yang menurun
selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif amortisasi
atas pengeluaran tersebut atau atas nilai sisa buku dan pada akhir masa
manfaat diamortisasi sekaligus dengan syarat dilakukan secara taat asas.
|
||||||||||
(1a)
|
Amortisasi
dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk bidang usaha
tertentu yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan.
|
||||||||||
(2)
|
Untuk
menghitung amortisasi, masa manfaat dan tarif amortisasi ditetapkan sebagai
berikut:
|
||||||||||
(3)
|
Pengeluaran
untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal suatu perusahaan dibebankan
pada tahun terjadinya pengeluaran atau diamortisasi sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
|
||||||||||
(4)
|
Amortisasi
atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain yang mempunyai
masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun di bidang penambangan minyak dan gas
bumi dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi.
|
||||||||||
(5)
|
Amortisasi
atas pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain yang dimaksud pada
ayat (4), hak pengusahaan hutan, dan hak pengusahaan sumber alam serta hasil
alam lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, dilakukan
dengan menggunakan metode satuan produksi setinggi-tingginya 20% (dua puluh
persen) setahun.
|
||||||||||
(6)
|
Pengeluaran
yang dilakukan sebelum operasi komersial yang mempunyai masa manfaat lebih
dari 1 (satu) tahun, dikapitalisasi dan kemudian diamortisasi sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
|
||||||||||
(7)
|
Apabila
terjadi pengalihan harta tak berwujud atau hak-hak sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), ayat (4), dan ayat (5), maka nilai sisa buku harta atau hak-hak
tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah yang diterima sebagai
penggantian merupakan penghasilan pada tahun terjadinya pengalihan tersebut.
|
||||||||||
(8)
|
Apabila
terjadi pengalihan harta yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, yang berupa harta tak berwujud, maka
jumlah nilai sisa buku harta tersebut tidak boleh dibebankan sebagai kerugian
bagi pihak yang mengalihkan.
|